Daftar Isi [Tampilkan]
Tragedi Kanjuruhan Malang |
Populer24 - Masyarakat kembali dikejutkan dengan kabar tidak mengenakkan yang kali ini datang dari dunia sepak bola tanah air.
1 Oktober 2022 adalah hari digelarnya pertandingan sepak bola antara Persebaya Surabaya dengan Arema Malang di Stadion Kanjuruhan Malang. Siapa sangka, pertandingan ini berakhir dengan hilangnya ratusan nyawa para penonton hingga aparat kepolisian.
Tragedi ini terjadi setelah kekalahan Arema terhadap Persebaya dengan poin 2-3. Menang dan kalah merupakan hal yang wajar dalam pertandingan. Namun, hal itu sepertinya tidak dapat diterima pada pertandingan kali ini. Pasalnya, sudah 20 tahun lebih Arema tidak pernah kalah dalam pertandingan sepak bola di ‘kandang’ sendiri.
Kapolda Jatim, Irjen Nico Afinta menjelaskan tragedi tersebut berawal dari kekecewaan suporter Arema karena kekalahannya terhadap Persebaya. Beberapa oknum suporter pun turun ke lapangan untuk mencari para pemain dan official guna melampiaskan kekesalannya.
Setelah peluit terakhir dibunyikan dan Arema belum juga mencetak gol untuk mendapatkan kemenengannya, saat itu juga pemain Arema tertunduk lesu dan kecewa. Pelatih Arema dan Manajer tim pun mendekati tribun bagian Timur dan memberikan gestur permintaan maaf akibat kekalahan tersebut kepada para suporter.
Namun, tidak disangka 1 oknum suporter dari tribun Selatan dan memaksa turun ke lapangan untuk menyampaikan motivasi dan kritik kepada para pemain. Padahal, turun ke lapangan adalah hal yang tidak boleh dilakukan suporter pada saat pertandingan.
Aparat kepolisian kemudian melakukan pengamanan karena semakin banyak suporter yang ikut turun ke lapangan untuk meluapkan kekecewaan terhadap para pemain.
Menyadari kondisi tersebut, para pemain pun digiring masuk ke dalam ruang ganti untuk menghindari pelampiasan kekesalan. Setelah pemain masuk, suporter justru semakin tidak terkendali dan semakin banyak yang masuk ke dalam lapangan.
Pihak kepolisian berusaha memukul mundur para suporter yang memaksa turun ke lapangan. Namun, cara yang dilakukan pihak kepolisian termasuk anarki karena mereka memukul suporter menggunakan tongkat panjang hingga mengeroyok suporter.
Diduga karena tidak terima ada suporter yang dipukul hingga dikeroyok, para suporter lain dari tribun Selatan dan Utara pun ikut turun ke lapangan untuk menyerang aparat.
Kondisi stadion menjadi semakin tidak terkendali. Akhirnya, aparat menembakkan gas air mata ke arah suporter di tribun Selatan maupun tribun Utara. Padahal, gas air mata adalah senjata yang dilarang untuk digunakan sebagai pengamanan pada pertandingan sepak bola.
Tembakan gas air mata dari aparat kepolisian tersebut akhirnya membuat para suporter panik dan berlarian menuju pintu keluar untuk menyelamatkan diri. Sayangnya, pintu stadion dengan kapasitas 38.000 orang yang pada saat kejadian justru dihadiri 42.000 suporter itu tidak segera dibuka.
Banyak orang tua, wanita, dan anak-anak yang terjepit di antara desakan puluhan ribu orang yang ingin segera keluar dari stadion untuk menghindari kericuhan dan tembakan gas air mata.
Akibatnya, ratusan nyawa melayang di Stadion Kanjuruhan Malang malam itu. Banyak orang yang sesak nafas karena menghirup gas air mata dan berdesakan dengan ribuan orang lainnya. Tidak sedikit pula yang jatuh hingga terinjak-injak oleh penonton lainnya.
Orang tua terpisah dengan anaknya, kakak terpisah dengan adiknya. Malam itu, Indonesia mencetak rekor sebagai negara dengan peringkat kedua dalam tragedi sepak bola terburuk di dunia.
Hingga Senin, 3 Agustus 2022 tercatat 125 orang korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan Malang. 125 orang tewas tersebut telah dievakuasi ke sejumlah rumah sakit di Malang seperti RS Wafa Husada, RSB Hasta Brata, RSUD Kanjuruhan, RSUD Saiful Anwar, RS Teja Husada, RS Ben Mari, RSI Gondanglegi, RS Salsabila, dan RST Soepraoen.***