Kisah Zainab binti Muhammad: Gambar hanya Ilustrasi | Foto oleh Bess Hamiti dari Pexels |
Kisah Muslimah - Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan Rasulullah yang terakhir dan menjadi penutup para Nabi terdahulu. Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan agama tauhid yang pernah didakwahkan oleh para Nabi terdahulu. Beliau mensyiarkan agama Islam selama 13 tahun di kota Mekkah dan 10 tahun di kota Madinah. Nabi Muhammad memiliki 11 istri dan 7 anak yang terdiri dari 3 anak laki-laki dan 4 anak perempuan. Ketiga anak laki-laki beliau adalah Qasim bin Muhammad, Abdullah bin Muhammad, dan Ibrahim bin Muhammad, sedangkan keempat anak perempuannya adalah Zainab binti Muhammad, Ruqayyah binti Muhammad, Ummu Kultsum binti Muhammad, dan Fatimah binti Muhammad.
Zainab binti Muhammad
Zainab binti Muhammad merupakan anak perempuan tertua Rasulullah Saw. yang didapatkan dari pernikahannya dengan Khadijah binti Khuwailid. Zainab binti Muhammad dilahirkan di Kota Mekkah tahun 600 Masehi, 23 tahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ke kota Madinah.
Kisah Cinta Zainab binti Muhammad
Sebelum Islam datang, Zainab binti Muhammad dinikahi oleh sepupunya sendiri dari jalur ibunya yang bernama Abu Al Ash bin Rabi’ yang telah dianggap seperti anak sendiri oleh Khadijah binti Khuwailid. Khadijah menghadiahi seuntai kalung kepada Zainab saat pernikahannya dengan Abu Al Ash bin Rabi’. Ketika Islam mulai tersebar di tengah-tengah kaum Quraisy, Zainab binti Muhammad menerima agama yang dibawa oleh ayahnya tersebut, namun Abu Al Ash tetap berada pada agama nenek moyangnya. Sejak saat itu, para pemuka Quraisy yang musyrik mulai mendesak Abu Al Ash bin Rabi’ untuk menceraikan Zainab, namun Abu Al Ash bin Rabi’ menolak untuk menceraikan Zainab. Zainab yang telah memeluk Islam juga enggan untuk meninggalkan agama tauhid.
Ketika Perang Badar meletus pada bulan Ramadhan tahun kedua Hijriyah, 7 orang dari kaum kafir Quraisy menjadi tawanan kaum muslimin, salah seorang diantaranya adalah Abu Al Ash bin Rabi’, suami Zainab binti Muhammad. Ketika Zainab mengetahui bahwa salah seorang tawanan tersebut adalah suaminya, Zainab lalu memberikan tebusan untuk membebaskan Abu Al Ash bin Rabi’ dengan memberikan kalung pemberian orang tuanya sebagai tebusan. Setelah Rasulullah mengetahui apa yang dilakukan oleh putrinya, Zainab, beliau berkata kepada para sahabat “Apabila kalian bersedia membebaskan tawanan yang ditebus oleh Zainab, dan mengembalikan harta tebusan yang dia berikan, lakukanlah hal itu”. Para sahabat lalu menjawab “Baiklah, wahai Rasulullah”.
Rasulullah dan para sahabat kemudian membebaskan Abu Al Ash bin Rabi’ dan mengembalikan seuntai kalung yang menjadi harta tebusan itu kepada Zainab binti Muhammad. Setelah membebaskan Abu Al Ash bin Rabi’, Rasulullah meminta Abu Al Ash untuk membiarkan Zainab meninggalkan kota Mekkah untuk ikut bersama kaum muslimin ke kota Madinah. Rasulullah kemudian mengutus Zaid bin Haritsah bersama seorang Anshar untuk pergi menjemput Zainab di kota Mekkah. Sejak saat itu, Zainab binti Muhammad harus berpisah dengan suami tercintanya yang masih berada dalam kesyirikan.
Menjelang peristiwa Fathu Makkah, Abu Al Ash bin Rabi’ bersama rombongan keluar meninggalkan kota Mekkah menuju negeri Syam untuk membawa barang dagangan penduduk Mekkah. Di tengah perjalanan, rombongan Abu Al Ash bin Rabi’ ini dihadang oleh sekitar 170 orang pasukan pimpinan Zaid bin Haritsah. Pasukan itu diutus oleh Rasulullah untuk menghadang pasukan Abu Al Ash bin Rabi’ tersebut. Pasukan itu berhasil menawan beberapa orang kaum musyrikin dan mengambil harta dagangan mereka, namun Abu Al Ash berhasil meloloskan diri.
Ketika hari telah malam, Abu Al Ash bin Rabi’ diam-diam pergi menemui Zainab binti Rasulullah untuk meminta perlindungan. Ketika Rasulullah sedang melaksanakan Shalat Subuh bersama para sahabat, Zainab binti Muhammad dengan lantangnya berseru “Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku telah memberikan perlindungan kepada Abu Al Ash bin Rabi’!”. Setelah selesai shalat, Rasulullah bertanya kepada para sahabat mengenai suara Zainab yang beliau dengar.
Setelah itu, Rasulullah pergi untuk menemui Zainab dan berkata “Wahai putriku, muliakanlah dia, namun jangan sekali-kali dia mendekatimu karena dirimu tidak halal baginya”. Zainab lalu menjawab “Sesungguhnya dia datang semata-mata untuk mencari hartanya”. Setelah itu, Rasulullah mengumpulkan pasukan yang dibawa oleh Zaid bin Haritsah dan berkata kepada mereka “Sesungguhnya Abu Al Ash termasuk keluarga kami sebagaimana kalian ketahui, dan kalian telah mengambil hartanya sebagai fai’ yang diberikan Allah kepada kalian. Namun aku ingin kalian berbuat kebaikan dan mengembalikan harta itu kepadanya. Namun jika kalian enggan, maka kalian lebih berhak atas harta itu”. Para sahabat lalu menjawab “Wahai Rasulullah, kami akan mengembalikan harta itu kepadanya”.
Seluruh harta yang dibawa oleh Abu Al Ash bin Rabi’ itu kemudian dikembalikan kepadanya tanpa berkurang sedikitpun. Setelah mendapatkan semua harta itu, Abu Al Ash bin Rabi’ lalu kembali kembali ke kota Mekkah untuk mengembalikan setiap harta titipan itu kepada penduduk Mekkah, lalu Abu Al Ash bertanya “Apakah masih ada di antara kalian yang belum mengambil kembali hartanya ?”, mereka menjawab “Semoga Allah memberikan balasan yang baik padamu, engkau benar-benar seorang yang mulia dan memenuhi janji”. Abu Al Ash pun menjawab “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya ! Demi Allah, tidak ada yang dapat menahanku untuk masuk islam saat ini, kecuali aku khawatir jika kalian akan menyangka aku memakan harta kalian. Sekarang setelah Allah tunaikan harta itu kepada kalian masing-masing, aku masuk islam”. Abu Al Ash bin Rabi’ lalu pergi meninggalkan kota Mekah menuju kota Madinah untuk menemui Rasulullah dan menyatakan keislamannya.
Zainab binti Muhammad berpisah dengan suaminya, Abu Al Ash bin Rabi’, selama sekitar 6 tahun lamanya. Enam tahun bukanlah waktu yang sebentar. Penantian Zainab terhadap suaminya telah berakhir. Rasulullah pun mengembalikan putrinya, Zainab, kepada Abu Al Ash bin Rabi’ yang telah memeluk agama Islam, tanpa menunaikan kembali maharnya. Zainab binti Muhammad dan Abu al Ash bin Rabi’ kini telah bersatu kembali dalam jalan dakwah Islam.
Namun Allah telah menetapkan takdir-Nya kepada Zainab, karena tak lama setelah pertemuan itu, Zainab binti Muhammad menemui ajalnya pada tahun ke-8 setelah hijrah, meninggalkan suaminya, Abu Al Ash, untuk selama-lamanya.
Wafatnya Zainab binti Muhammad
Zainab binti Muhammad wafat di kota Madinah pada tahun 629 Masehi atau tahun 8 Hijriyah pada saat ia berusia 29 tahun. Ia wafat karena sakit dan dimakamkan di pemakaman Al Baqi’, kota Madinah. Di antara para Shahabiyah yang ikut dalam memandikan jenazah Zainab adalah Ummu Athiyyah Al Anshariyah. Sesuai dengan perintah Rasulullah, jenazah Zainab dimandikan dengan air yang telah dicampur dengan daun bidara. Setelah itu, rambut Zainab dijalin menjadi 3 jalinan, jenazahnya dibungkus dengan kain Rasulullah. Putri pemimpin para nabi itu telah pergi, Zainab binti Muhammad, semoga Allah merahmatinya.
Referensi :
[1] Mubarakfuri., SR. 2005. Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah. Riyadh : Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang As Sulay, KSA.
[2] www.kisahmuslim.com